Gadis
di Seberang Jalan
Namaku Guntur.Kini usiaku menginjak
remaja,tidak salah bagiku untuk mencari setiap kebahagiaanku,dan juga tidak
menjadi hal yang tabuh apabila aku ingin mengenal sifat dari lawan jenisku. Tersirat
keinginanku untuk mencoba mendekati lawan jenis.Aku ingin merasakan indahnya
masa muda diusia puberku ini.Apalagi ketika ada keluarga yang baru pindahan dari
Palembang di depan rumahku.Terlebih lagi ketika aku dengar dari ibuku kalau
warga pindahan dari Sumatera tersebut mempunyai tiga anak,dan salah seorang
dari mereka adalah perempuan yang seumuran denganku.
Hari berganti hari,aku sangat bosan
ketika semuanya hanya aku isi dengan tugas-tugas rumah yang menumpuk,tetapi
bagaimana lagi itu sudah merupakan tugasku sebagai seorang pelajar.aku ingin
sekali berkenalan dengan dia.Akan tetapi semua itu aku kira sangat sulit untuk
terlaksana.Bagaimana tidak,didalam keluarganya memiliki sebuah budaya dimana
anak-anaknya tidak boleh berkenalan apalagi bermain dengan lawan jenis walaupun
sebaya.
Kesehariannya setiap kali keluar
dari rumah,seluruh tubuh dan mukanya selalu ditutupi dengan sebuah pakaian
berwarna hitam panjang dari kaki hingga ujung rambutnya yang disebut dengan
cadar.Oleh karena pakain yang dikenakan olehnya itu maka tidak ada satupun
dariku maupun tetangga-tetanggaku yang penah melihat parasnya.Akan tetapi
karena aku sering sekali melihatnya tidak sulit bagiku untuk membedakan apakah
itu dia atau bukan.
Sebuah tanya kadang timbul
dipikiranku.”Apakah dibalik kain hitam itu akan aku dapati seorang yang memiliki
paras yang memepesona?”sebuah pertanyaan yang olehku sulit untuk mendapatkan
jawabannya.Aku belum pernah lihat langsung wajahnya,tetapi menurut cerita ibuku
yang pernah masuk ke rumahnya,Perempuan yang membuat aku penasaran itu, ibuku
bilang kalau dia,”cantik,putih,bersih,berambut
panjang,mancung dan ramping”.itu yang membuat aku semakin penasaran.
Minggu berganti,datanglah seorang
wanita yang memakai cadar hitam yang sama datang ke rumahnya untuk diajak
berangkat sekolah dengan bersepeda.Saat itu aku juga sedang bersiap diri
untuk berangkat sekolah juga,maka tidak sengaja aku dengar mereka sedang
berbincang-bincang
Tamu,”Assallaumalaikum?”
Ibu,”Waallaikumussalam.”
Tamu,”Fatimahnya
sudah berangkat belum ummi?”
Ibu,”Belum
nak,Ummi panggilkan dulu ya?Fat dicari temanmu?”
Fatimah,”Iya
ummi,Ini sudah selesai.”
Setelah
itu aku tahu jika nama dari wanita
dibalik cadar hitam itu adalah Fatimah.Pernah pada suatu saat Ibuku mau
mengantarkan kepada keluarganya sebuah makanan kotak dari tetanggaku yang
sedang ada acara pernikahan.Karena aku penasaran sekali dan ingin melihat
dia,aku bilang ke ibuku kalau aku saja yang menghantarkan makanan itu ke rumah
Fatimah.
Aku,”Assalamualaikum.”
Fatimah,”Waalaikumsalam?,siapa
ya?”
Aku,”tetangga
depan rumah,ini mau mengantarkan makanan.”
Fatimah,”Taruh
saja di jendela nanti aku ambil!”
karena
aku yakin kalau itu suara dari Fatimah maka aku tidak mau menuruti apa yang
diperintahkannya.Jujur aku ingin sekali melihat wajahnya.
Aku,”Kamu
keluar sendiri ya.”
Fatimah,”Taruh
aja di jendela nanti aku ambil.”
Aku,”Owh
tidak bisa,kamu keluar now.’
Beberapa
lama kemudian dia kenakan lagi cadaranya untuk mengambil makanan yang aku
bawakan.Ketika dia menjulurkan tangan untuk mengambil makanan yang aku bawa,aku
lihat tangannya putih sekali.Ketika berjalan pulang,sebuah tanya terbersit
dibenakku,”Apakah dia pakai cadar karena kecantikannya tidak boleh dilihat oleh
orang umum?”
Entahlah,yang
jelas paling tidak aku pernah dekat sesaat dengan dia.
Aku merasa sedikit kehilangan cahaya
harapan ketika tahu kalau Fatimah akan pindah.Aku tahu dari ibuku jika
keluarganya mengontrak disini Cuma satu tahun saja.Serta kurang dua minggu lagi
aku dengar di akan pindah.Padahal pertanyaanku tentang kapan aku bisa dekat dan
melihat parasnya belum juga terjawab.Kegelisahan sering kali menyeruak
dikalbuku.
Beberapa hari ini aku tidak melihat
dia.Suaranya pun juga tidak pernah aku dengar lagi.Pagi biasanya ketika akan
berangkat sekolah aku sering melihat dia tetapi kini sudah tidak aku dengar
lagi.Aku dengar dari ayahnya langsung jika Fatimah kini berada di rumah
neneknya di Palembang serta tidak akan balik ke Solo.
Hari yang tidak aku inginkan
akhirnya terjadi juga.Sebuah mobil bak terbuka berhenti tepat di depan
rumahnya.Semua orang tampak membantu keluarga Fatimah untuk mengangkat barang
ke atas mobil itu tak terkecuali aku.Semua barang-barang yang ada di rumah
Fatimah telah selesai di angkat ke atas mobil bak.Meskipun begitu kekecewaan
masih ada dalam diriku karena rasa penasaranku belum terpuaskan.
Sore hari ketika rumahnya telah
dikosongkan,diam-diam aku masuk ke rumahnya dan masuk ke ruangan-ruangannya.Ketika
masuk pada salah satu ruangan,aku dapati beberapa fotonya tertempel di dinding.Meskipun
foto yang tertempel di dinding itu belum tentu foto dari Fatimah tetapi aku
yakin bahwa itu adalah dia.Karena foto yang aku lihat ini sama seperti
ciri-ciri fisik yang diceritakan oleh ibuku beberapa bulan yang lalu.
Walau aku tidak lagi bisa melihat
perempuan bercadar itu lagi,akan tetapi beberapa foto yang aku genggam ini
minimal sudah bisa mengurangi penasaranku akandirinya.Doaku kepada Yang Maha
Kuasa,”Ya Allah,Jodohkanlah Aku dengan dia Ya Allah.Apabila dia bukan Jodoh
hamba,maka jauhkanlah dia dari hamba ya Allah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar